Selasa, 26 Mei 2015

Makalah Penyelesaian Sengketa Lingkungan (Non Litigasi)


KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas rahmat, petunjuk dan kehendak-Nya jualah sehinggah kami masih diberi kesempatan untuk dapat menyelesaikan penulisan laporan ini. Tidak lupa pula kami panjatkan salawat dan tazlim atas junjungan kita nabi besar Muhammad SAW yang merupakan teladan bagi kita semua.
Pada penyusunan Makalah ini yang berjudul “Penyelesaian Sengketa Lingkungan (Non litigasi)”. Dimana selama dalam proses penyusunan makalah ini, banyak pihak yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil, sehingga kami menyampaikan terima kasih kepada
1.      Ibu Dosen selaku pembina mata kuliah Hukum Lingkungan
2.      Dan seluruh teman-teman yang terlibat
Kami menyadari bahwa tidak ada suatu yang sempurna, begitupun kiranya dalam penulisan makalah ini dimana kami  sebagai manusia biasa yang tak pernah luput dari kekhilafan. Oleh karena itu, kami senantiasa menerima saran dan kritik yang bersifat konstruktif untuk perbaikan pada masa yang akan datang.
Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat menjadi suatu yang bermanfaat bagi para pembaca.






DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR                                                                                     1
DAFTAR ISI                                                                                                   2
BAB I. PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah                                                                              3
1.2  Rumusan Masalah                                                                                       3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
            2.1 Pengertian Sengketa                                                                    4
2.2 Pengertian Lingkungan Hidup                                                                 4
            2.3 Pengertian Litigasi                                                                       4
            2.4 Pengertian Non Litigasi                                                              5
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN
           
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN
             4.1 Kesimpulan                                                                                     11               
             4.2 Saran                                                                                              11
DAFTAR PUSTAKA                                                                                       12



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG
Dalam menyelesaikan kasus Perdata, biasanya terdapat dua jalur yang menjadi penawaran bagi pihak yang bersengketa jalur litigasi dan non-litigasi. Yang dimaksud dengan Litigasi adalah bentuk penanganan kasus melalui jalur proses di peradilan baik kasus perdata maupun pidana, sedangkan Non-Litigasi adalah penyelesaian masalah hukum diluar proses peradilan. Non litigasi ini pada umunya dilakukan pada kasus perdata saja karena lebih bersifat privat.
Non litigasi mempunyai beberapa bentuk untuk menyelesaikan sengketa yaitu:
1. Negosiasi
2. Mediasi
3. Arbitrase
Ketiga bentuk penyelesaian sengketa dilakukan oleh pihak yang merasa dirugikan atau terjadinya perbedaan pendapat baik itu antara individu, kelompok maupun antar badan usaha. Penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi dilakukan untuk menyelesaikan sengketa dengan cara musyawarah mufakat dan hasil penyelesaian konflik atau sengketa secara kekeluargaan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka penulis merumuskan masalah, yaitu:
Bagaimana penyelesaian sengketa lingkungan secara non litigasi / diluar pengadilan?

1.3 TUJUAN PENULISAN MAKALAH
a. Mengetahui cara penyelesaian sengketa lingkungan diluar pengadilan
b. Sebagai acuan dan bahan pustaka bagi pihak-pihak yang melakukan penelitian lanjutan pada masalah yang sama.



BAB II 
TINJAUAN PUSTAKA

    2.1  Pengertian Sengketa
Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan. Senada dengan itu Winardi mengemukakan :
Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.
    2.2  Pengertian Lingkungan Hidup
Sengketa Lingkungan Hidup (1) adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang ditimbulkan oleh adanya atau diduga adanya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. (Pasal 1 Angka 19 UU Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup). Sengketa Lingkungan Hidup (2) adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/atau telah berdampak pada lingkungan hidup. (Pasal 1 Angka 25 UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan hidup).

   2.3  Pengertian Litigasi
Litigasi adalah persiapan dan presentasi dari setiap kasus, termasuk juga memberikan informasi secara menyeluruh sebagaimana proses dan kerjasama untuk mengidentifikasi permasalahan dan menghindari permasalahan yang tak terduga. Sedangkan  Jalur litigasi adalah
penyelesaian masalah hukum melalui jalur pengadilan.
Umumnya, pelaksanaan gugatan disebut litigasi. Gugatan adalah suatu tindakan sipil yang dibawa di pengadilan hukum di mana penggugat, pihak yang mengklaim telah mengalami kerugian sebagai akibat dari tindakan terdakwa, menuntut upaya hukum atau adil. Terdakwa diperlukan untuk menanggapi keluhan penggugat. Jika penggugat berhasil, penilaian akan diberikan dalam mendukung penggugat, dan berbagai perintah pengadilan mungkin dikeluarkan untuk menegakkan hak, kerusakan penghargaan, atau memberlakukan perintah sementara atau permanen untuk mencegah atau memaksa tindakan. Orang yang memiliki kecenderungan untuk litigasi daripada mencari solusi non-yudisial yang disebut sadar hukum.
2.4 Pengertian Non Litigasi
Jalur non litigasi berarti menyelesaikan masalah hukum di luar pengadilan. Jalur non-litigasi ini dikenal dengan Penyelesaian Sengketa Alternatif.
 Penyelesaian perkara diluar pengadilan ini  diakui di dalam peraturan perundangan di Indonesia. Pertama, dalam penjelasan Pasal 3 UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman disebutkan " Penyelesaian perkara di luar pengadilan, atas dasar perdamaian atau melalui wasit (arbitase) tetap diperbolehkan" . Kedua, dalam UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Pasal 1 angka 10 dinyatakan " Alternatif Penyelesaian Perkara ( Alternatif Dispute Resolution) adalah  lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur  yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negoisasi, mediasi, atau penilaian para ahli."










BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Non Litigasi adalah penyelesaian masalah hukum diluar proses peradilan, tujuannya adalah memberikan bantuan dan nasehat hukum dalam rangka mengantisipasi dan mengurangi adanya sengketa, pertentangan dan perbedaan, serta mengantisipasi adanya masalah-masalah hukum yang timbul,
Non litigasi ini pada umunya dilakukan pada kasus perdata saja karena lebih bersifat privat, Non litigasi mempunyai beberapa bentuk untuk menyelesaikan sengketa yaitu:
1.Negosiasi
2.Mediasi
3.Arbitrase
Ketiga bentuk penyelesaian sengketa dilakukan oleh pihak yang merasa dirugikan atau terjadinya perbedaan pendapat baik itu antara individu, kelompok maupun antar badan usaha. Penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi dilakukan untuk menyelesaikan sengketa dengan cara musyawarah mufakat dan hasil penyelesaian konflik atau sengketa secara kekeluargaan.
BENTUK-BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI JALUR NON LITIGASI
Negosiasi
Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa dimana antara dua orang atau lebih/para pihak yang mempunyai hal atau bersengketa saling melakukan kompromi atau tawar menawar terhadap kepentingan penyelesaian suatu hal atau sengketa untuk mencapai kesepakatan.
Pihak yang melakukan negosiasi disebut negosiator, sebagai seorang yang dianggap bisa melakukan negosiasi.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menjalankan negosiasi, diantaranya:
  1. Memahami tujuan yang ingin di capai
  2. Menguasai materi negosiasi
  3. Mengetahui tujuan negosiasi
  4. Menguasai keterampilan tehnis negosiasi, didalamnya menyangkut keterampilan komunikasi.
Mediasi
Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa diluar peradilan yang kurang lebih hampir sama dengan negosiasi. Bedanya adalah terdapat pihak ketiga yang netral dan berfungsi sebagai penengah atau memfasilitasi mediasi tersebut yang biasa disebut mediator. Pihak ketiga tersebut hanya boleh memberikan saran-saran yang bersifat sugestif, karena pada dasarnya yang memutuskan untuk mengakhiri sengketa adalah para pihak. Pihak ketiga tersebut juga harus netral sehingga dapat memberikan saran-saran yang objektif dan tidak terkesan memihak salah satu pihak. Mediasi merupakan prosedur wajib dalam proses pemeriksaan perkara perdata, bahkan dalam arbitrase sekalipun dimana hakim atau arbiter wajib memerintahkan para pihak untuk melaksanakan mediasi dan jika mediasi tersebut gagal barulah pemeriksaan perkara dilanjutkan. Tidak semua orang bisa menjadi mediator professional karena untuk dapat menjadi mediator dibutuhkan semacam sertifikasi khusus.
·         Tujuan Mediasi adalah lebih memberikan kesempatan kepada para pihak untuk:
1.      Menemukan jalan keluar dan pembaruan perasaan
2.      Melenyapkan kesalahpahaman
3.      Menentukan kepentingan yang pokok
4.      Menemukan bidang bidang yang mungkin dapat disetujui
5.      Menyatukan bidang-bidang tersebut menjadi solusi yang disusun sendiri oleh para pihak

·         Manfaat mediasi , meliputi :
1.      Kontrol terhadap para pihak mudah
2.      Kerahasiaan
3.      Murah
4.      Cepat
5.      Fleksibel
6.      Peningkatan hubungan
7.      Penyelesaian masalah lebih kreatif
8.      Mengurangi hambatan komunikasi
9.      Menyelesaikan sengketa bagian demi bagian
10.  Berfokus pada pemecahan masalah
11.  Asumsi-asumsi pertanyaan (penelaahan)
12.  Perubahan persepsi
13.  Menyadarkan dengan diplomatis atas harapan yang tidak rill
14.  Membedakan jabatan dan kepentingan (bagaimana dan mengapa)
15.  Memenuhi kebutuhan semua orang yang terlibat (penawaran berdasarkan kepentingan)
16.  Menyelenggarakan pertemuan terpisah (mengadakan rapat)
17.  Memaksimalkan pilihan (memperluas alternative)
18.  Membantu pihak terkait mengemban tanggung jawab dan menerima konsekuensinya (pemberdayaan diri sendiri) [1]
Arbitrasi
Arbitrase adalah yang memeriksa perkara tersebut bukanlah hakim tetapi seorang arbiter. Untuk dapat menempuh prosesi arbitrase hal pokok yang harus ada adalah "klausula arbitrase" di dalam perjanjian yang dibuat sebelum timbul sengketa akibat perjanjian tersebut, atau "Perjanjian Arbitrase" dalam hal sengketa tersebut sudah timbul namun tidak ada klausula arbitrase dalam perjanjian sebelumnya. Klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase tersebut berisi bahwa para pihak akan menyelesaikan sengketa melalui arbitrase sehingga menggugurkan kewajiban pengadilan untuk memeriksa perkara tersebut. Jika perkara tersebut tetap diajukan ke Pengadilan maka pengadilan wajib menolak karena perkara tersebut sudah berada di luar kompetensi pengadilan tersebut akibat adanya klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase
PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP DI LUAR PENGADILAN MENURUT UU NO 32 TAHUN 2009.
            Pengertian Sengketa Lingkungan menurut UU No.32 Tahun 2009 adalah Sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/atau telah berdampak pada lingkungan hidup.[2]
            Sengketa lingkungan hidup di Indonesia dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu:[3]
1)      sengketa yang berkaitan dengan perlindungan lingkungan;
2)      sengketa yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam; dan
3)      sengketa yang muncul akibat pencemaran atau perusakan lingkungan. Sengketa yang berkaitan dengan upaya perlindungan lingkungan pada umumnya terjadi antara pihak yang ingin memanfaatkan sumber daya alam untuk memenuhi kepentingan ekonomi di satu sisi dan pihak yang berkepentingan atau berkewajiban untuk melindungi lingkungan dan suber daya alam di sisi lain. Sengketa yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam pada umumnya terjadi karena ada pihak yang merasa akses mereka terhadap sumber daya tersebut terhalangi, sedangkan sengketa akibat pencemaran atau perusakan lingungan pada umumnya terjadi antara pihak pencemar/perusak dengan pihak yang menjadi korban pencemaran/perusakan.
            Penyelesaian sengketa Lingkungan Hidup pada UU No 32 Tahun 2009 melengkapi dari undang-undang sebelumnya,sebagaimana yang tercantum pada Bab XIII UU No 32 Tahun 2009 dikatakan bahwa Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan. [4]
            Pada bagian kedua tentang penyelesaian sengketa Lingkungan Hidup diluar pengadilan,dikatakan bahwa :[5]
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup diluar pengadilan dilakukan untuk mencapai kesepakatan  mengenai :
1. Bentuk dan besar nya ganti rugi;
2. Tindakan pemulihan akibat pencemaran dan/atau peruskan;
3. Tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulangnya pencemaran dan/atau perusakan; dan/atau
4. Tindakan untuk mencegah timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup.
            Penyelesaian sengketa diluar pengadilan ini tidak berlaku terhadap tindak pidana yang diatur dalam UU.No32 Tahun 2009 tersebut[6]. Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa mediator dan atau arbitrer yang berfungsi untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup itu sendiri.[7]
            Bentuk-bentuk penyelesaian lingkungan hidup diluar pengadilan ini menganut konsep Alternative Dispute Resolution (ADR),yang dilakukan dalam wujud mediasi ataupun arbritasi. Dan pada bagian inilah peran Polri dapat masuk dan ikut serta menjadi seorang mediator dalam pelaksanaan mediasi.Bentuk-bentuk penyelesaian sengketa ini memang memperkenankan untuk hadirnya orang ketiga sebagai penengah dan bukan penentu kebijakan.[8]
            Masyarakat pun dapat turut campur dalam upaya penyelesaian sengketa lingkungan ini dengan membentuk lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang bersifat bebas dan tidak berpihak, dalam hal tersebut pemerintah dan pemerintah daerah dapat memfasilitasi pembentukan lembaga tersebut yang ketentuan lebih lanjutnya akan diatur dalam sebuah Peraturan Pemerintah.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan pada akhirnya diorientasikan untuk memberdayakan mekanisme hukum selain proses pengadilan. Dengan demikian diharapkan tidak terjadi win lose solution sebagaimana selama ini terjadi ketika masalah selalu dibawa ke pengadilan. Satu pihak merasa menang sementara itu pihak lainnya merasa kalah. Dengan adanya mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan diharapkan akan terjadi win win solution karena keputusan penyelesaian diambil dengan kesadaran pernuh para pihak dan dengan cara yang disepakati para pihak.
Mekanisme inilah yang perlu terus dilakukan ke depan sehingga dapat menghindari “kemacetan keadilan” akibat buruknya praktek peradilan di Indonesia. Namun tantangan berat juga terjadi ketika kesadaran hukum masyarakat masih rendah dan merasa belum puas dalam penyelesaian sengketa ketika belum di bawa ke pengadilan. Hal ini merupakan tantangan tersendiri menyangkut sikap mental dan kemauan untuk berubah menuju yang lebih baik.
4.2 Saran
1.    Kepada pihak yang harus bertanggung jawab terhadap kerusakan atau pencemaran lingkungan yang berujung pada sengketa lingkungan harus bertanggung jawab sesuai dengan peraturan yang ada pada UU. No.32 Tahun 2009 tentang Penyelesaian Sengketa baik melalui pengadilan atau di luar pengadilan.





DAFTAR PUSTAKA


Abdurrahman,Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia,Citra Aditya Bakti,Bandung,1990
Hukum Penyelesaian Sengketa Pertambangan di Indonesia (Dr.H.Salim HS.,S.H.,M.S.)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009


[1] Hukum Penyelesaian Sengketa Pertambangan di Indonesia (Dr.H.Salim HS.,S.H.,M.S.) hal 228
[2] Pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
[3] http://rizca-sugi.blogspot.com diakses tanggal 23 Mei 2015

[4] Pasal 84 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
[5] Pasal 85 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
[6] Pasal 85 ayat 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
[7] Pasal 85 ayat 3 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
[8] Abdurrahman,Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia,Citra Aditya Bakti,Bandung,1990, hal 44

2 komentar:

  1. Lucky Club Casino Site - Lucky Club
    The only one who can offer them are casino players. The Lucky Club offers over 800 games to choose from including a variety of video slots and luckyclub bingo machines

    BalasHapus