KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT
atas rahmat, petunjuk dan kehendak-Nya jualah sehinggah kami masih diberi
kesempatan untuk dapat menyelesaikan penulisan laporan ini. Tidak lupa pula
kami panjatkan salawat dan tazlim atas junjungan kita nabi besar Muhammad SAW
yang merupakan teladan bagi kita semua.
Pada penyusunan Makalah ini yang berjudul “Penyelesaian Sengketa
Lingkungan (Non litigasi)”. Dimana selama dalam proses penyusunan makalah ini,
banyak pihak yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil, sehingga
kami menyampaikan terima kasih kepada
1. Ibu Dosen selaku pembina mata kuliah Hukum Lingkungan
2. Dan seluruh teman-teman yang terlibat
Kami menyadari
bahwa tidak ada suatu yang sempurna, begitupun kiranya dalam penulisan makalah
ini dimana kami sebagai manusia biasa
yang tak pernah luput dari kekhilafan. Oleh karena itu, kami senantiasa
menerima saran dan kritik yang bersifat konstruktif untuk perbaikan pada masa
yang akan datang.
Akhirnya kami berharap
semoga makalah ini dapat menjadi suatu yang bermanfaat bagi para pembaca.
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR 1
DAFTAR
ISI 2
BAB
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah 3
1.2 Rumusan
Masalah 3
BAB
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Sengketa 4
2.2 Pengertian Lingkungan Hidup 4
2.3 Pengertian Litigasi 4
2.4 Pengertian
Non Litigasi 5
BAB
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan 11
4.2
Saran 11
DAFTAR
PUSTAKA 12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dalam menyelesaikan kasus Perdata, biasanya terdapat dua
jalur yang menjadi penawaran bagi pihak yang bersengketa jalur litigasi dan
non-litigasi. Yang dimaksud dengan Litigasi adalah bentuk penanganan kasus
melalui jalur proses di peradilan baik kasus perdata maupun pidana, sedangkan
Non-Litigasi adalah penyelesaian masalah hukum diluar proses peradilan. Non
litigasi ini pada umunya dilakukan pada kasus perdata saja karena lebih
bersifat privat.
Non litigasi mempunyai beberapa bentuk untuk menyelesaikan sengketa yaitu:
1. Negosiasi
2. Mediasi
3. Arbitrase
Ketiga bentuk penyelesaian sengketa dilakukan oleh pihak yang merasa dirugikan atau terjadinya perbedaan pendapat baik itu antara individu, kelompok maupun antar badan usaha. Penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi dilakukan untuk menyelesaikan sengketa dengan cara musyawarah mufakat dan hasil penyelesaian konflik atau sengketa secara kekeluargaan.
Non litigasi mempunyai beberapa bentuk untuk menyelesaikan sengketa yaitu:
1. Negosiasi
2. Mediasi
3. Arbitrase
Ketiga bentuk penyelesaian sengketa dilakukan oleh pihak yang merasa dirugikan atau terjadinya perbedaan pendapat baik itu antara individu, kelompok maupun antar badan usaha. Penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi dilakukan untuk menyelesaikan sengketa dengan cara musyawarah mufakat dan hasil penyelesaian konflik atau sengketa secara kekeluargaan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
latar belakang permasalahan di atas, maka penulis merumuskan masalah, yaitu:
Bagaimana
penyelesaian sengketa lingkungan secara non litigasi / diluar pengadilan?
1.3 TUJUAN PENULISAN MAKALAH
a.
Mengetahui cara penyelesaian sengketa lingkungan diluar pengadilan
b. Sebagai acuan dan bahan pustaka bagi pihak-pihak yang
melakukan penelitian lanjutan pada masalah yang sama.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Sengketa
Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti
pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan
antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu
objek permasalahan. Senada dengan itu Winardi mengemukakan :
Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.
Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.
2.2 Pengertian
Lingkungan Hidup
Sengketa Lingkungan Hidup (1) adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang
ditimbulkan oleh adanya atau diduga adanya pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup. (Pasal 1 Angka 19 UU Nomor 23 Tahun 1997 Tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup). Sengketa
Lingkungan Hidup (2) adalah
perselisihan antara dua pihak atau lebih yang timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/atau telah
berdampak pada lingkungan hidup. (Pasal 1 Angka 25 UU Nomor 32 Tahun 2009
Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan hidup).
2.3 Pengertian
Litigasi
Litigasi
adalah persiapan dan presentasi dari setiap kasus, termasuk juga memberikan
informasi secara menyeluruh sebagaimana proses dan kerjasama untuk
mengidentifikasi permasalahan dan menghindari permasalahan yang tak terduga.
Sedangkan Jalur litigasi adalah
penyelesaian masalah hukum melalui jalur pengadilan.
Umumnya, pelaksanaan gugatan disebut litigasi. Gugatan adalah suatu tindakan sipil yang dibawa di pengadilan hukum di mana penggugat, pihak yang mengklaim telah mengalami kerugian sebagai akibat dari tindakan terdakwa, menuntut upaya hukum atau adil. Terdakwa diperlukan untuk menanggapi keluhan penggugat. Jika penggugat berhasil, penilaian akan diberikan dalam mendukung penggugat, dan berbagai perintah pengadilan mungkin dikeluarkan untuk menegakkan hak, kerusakan penghargaan, atau memberlakukan perintah sementara atau permanen untuk mencegah atau memaksa tindakan. Orang yang memiliki kecenderungan untuk litigasi daripada mencari solusi non-yudisial yang disebut sadar hukum.
penyelesaian masalah hukum melalui jalur pengadilan.
Umumnya, pelaksanaan gugatan disebut litigasi. Gugatan adalah suatu tindakan sipil yang dibawa di pengadilan hukum di mana penggugat, pihak yang mengklaim telah mengalami kerugian sebagai akibat dari tindakan terdakwa, menuntut upaya hukum atau adil. Terdakwa diperlukan untuk menanggapi keluhan penggugat. Jika penggugat berhasil, penilaian akan diberikan dalam mendukung penggugat, dan berbagai perintah pengadilan mungkin dikeluarkan untuk menegakkan hak, kerusakan penghargaan, atau memberlakukan perintah sementara atau permanen untuk mencegah atau memaksa tindakan. Orang yang memiliki kecenderungan untuk litigasi daripada mencari solusi non-yudisial yang disebut sadar hukum.
2.4 Pengertian Non
Litigasi
Jalur non litigasi berarti menyelesaikan masalah hukum di
luar pengadilan. Jalur non-litigasi ini dikenal dengan Penyelesaian Sengketa
Alternatif.
Penyelesaian perkara diluar pengadilan ini diakui di dalam peraturan perundangan di Indonesia. Pertama, dalam penjelasan Pasal 3 UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman disebutkan " Penyelesaian perkara di luar pengadilan, atas dasar perdamaian atau melalui wasit (arbitase) tetap diperbolehkan" . Kedua, dalam UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Pasal 1 angka 10 dinyatakan " Alternatif Penyelesaian Perkara ( Alternatif Dispute Resolution) adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negoisasi, mediasi, atau penilaian para ahli."
Penyelesaian perkara diluar pengadilan ini diakui di dalam peraturan perundangan di Indonesia. Pertama, dalam penjelasan Pasal 3 UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman disebutkan " Penyelesaian perkara di luar pengadilan, atas dasar perdamaian atau melalui wasit (arbitase) tetap diperbolehkan" . Kedua, dalam UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Pasal 1 angka 10 dinyatakan " Alternatif Penyelesaian Perkara ( Alternatif Dispute Resolution) adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negoisasi, mediasi, atau penilaian para ahli."
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Non
Litigasi adalah penyelesaian masalah hukum diluar proses peradilan, tujuannya
adalah memberikan bantuan dan nasehat hukum dalam rangka mengantisipasi dan
mengurangi adanya sengketa, pertentangan dan perbedaan, serta mengantisipasi
adanya masalah-masalah hukum yang timbul,
Non litigasi ini pada umunya
dilakukan pada kasus perdata saja karena lebih bersifat privat, Non litigasi
mempunyai beberapa bentuk untuk menyelesaikan sengketa yaitu:
1.Negosiasi
2.Mediasi
3.Arbitrase
2.Mediasi
3.Arbitrase
Ketiga bentuk penyelesaian sengketa
dilakukan oleh pihak yang merasa dirugikan atau terjadinya perbedaan pendapat
baik itu antara individu, kelompok maupun antar badan usaha. Penyelesaian
sengketa melalui jalur non litigasi dilakukan untuk menyelesaikan sengketa
dengan cara musyawarah mufakat dan hasil penyelesaian konflik atau sengketa
secara kekeluargaan.
BENTUK-BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA
MELALUI JALUR NON LITIGASI
Negosiasi
Negosiasi adalah cara penyelesaian
sengketa dimana antara dua orang atau lebih/para pihak yang mempunyai hal atau
bersengketa saling melakukan kompromi atau tawar menawar terhadap kepentingan
penyelesaian suatu hal atau sengketa untuk mencapai kesepakatan.
Pihak yang melakukan negosiasi disebut negosiator, sebagai seorang yang dianggap bisa melakukan negosiasi.
Pihak yang melakukan negosiasi disebut negosiator, sebagai seorang yang dianggap bisa melakukan negosiasi.
Beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam menjalankan negosiasi, diantaranya:
- Memahami tujuan yang ingin di capai
- Menguasai materi negosiasi
- Mengetahui tujuan negosiasi
- Menguasai keterampilan tehnis negosiasi, didalamnya menyangkut keterampilan komunikasi.
Mediasi
Mediasi
adalah cara penyelesaian sengketa diluar peradilan yang kurang lebih hampir
sama dengan negosiasi. Bedanya adalah terdapat pihak ketiga yang netral dan
berfungsi sebagai penengah atau memfasilitasi mediasi tersebut yang biasa
disebut mediator. Pihak ketiga tersebut hanya boleh memberikan saran-saran yang
bersifat sugestif, karena pada dasarnya yang memutuskan untuk mengakhiri
sengketa adalah para pihak. Pihak ketiga tersebut juga harus netral sehingga
dapat memberikan saran-saran yang objektif dan tidak terkesan memihak salah
satu pihak. Mediasi merupakan prosedur wajib dalam proses pemeriksaan perkara
perdata, bahkan dalam arbitrase sekalipun dimana hakim atau arbiter wajib
memerintahkan para pihak untuk melaksanakan mediasi dan jika mediasi tersebut
gagal barulah pemeriksaan perkara dilanjutkan. Tidak semua orang bisa menjadi
mediator professional karena untuk dapat menjadi mediator dibutuhkan semacam
sertifikasi khusus.
·
Tujuan Mediasi adalah lebih
memberikan kesempatan kepada para pihak untuk:
1.
Menemukan jalan keluar dan pembaruan
perasaan
2.
Melenyapkan kesalahpahaman
3.
Menentukan kepentingan yang pokok
4.
Menemukan bidang bidang yang mungkin
dapat disetujui
5.
Menyatukan bidang-bidang tersebut
menjadi solusi yang disusun sendiri oleh para pihak
·
Manfaat mediasi , meliputi :
1.
Kontrol terhadap para pihak mudah
2.
Kerahasiaan
3.
Murah
4.
Cepat
5.
Fleksibel
6.
Peningkatan hubungan
7.
Penyelesaian masalah lebih kreatif
8.
Mengurangi hambatan komunikasi
9.
Menyelesaikan sengketa bagian demi
bagian
10. Berfokus pada pemecahan masalah
11. Asumsi-asumsi pertanyaan (penelaahan)
12. Perubahan persepsi
13. Menyadarkan dengan diplomatis atas harapan yang tidak rill
14. Membedakan jabatan dan kepentingan (bagaimana dan mengapa)
15. Memenuhi kebutuhan semua orang yang terlibat (penawaran
berdasarkan kepentingan)
16. Menyelenggarakan pertemuan terpisah (mengadakan rapat)
17. Memaksimalkan pilihan (memperluas alternative)
18. Membantu pihak terkait mengemban tanggung jawab dan menerima
konsekuensinya (pemberdayaan diri sendiri) [1]
Arbitrasi
Arbitrase
adalah yang memeriksa perkara tersebut bukanlah hakim tetapi seorang arbiter.
Untuk dapat menempuh prosesi arbitrase hal pokok yang harus ada adalah
"klausula arbitrase" di dalam perjanjian yang dibuat sebelum timbul
sengketa akibat perjanjian tersebut, atau "Perjanjian Arbitrase"
dalam hal sengketa tersebut sudah timbul namun tidak ada klausula arbitrase
dalam perjanjian sebelumnya. Klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase
tersebut berisi bahwa para pihak akan menyelesaikan sengketa melalui arbitrase
sehingga menggugurkan kewajiban pengadilan untuk memeriksa perkara tersebut.
Jika perkara tersebut tetap diajukan ke Pengadilan maka pengadilan wajib
menolak karena perkara tersebut sudah berada di luar kompetensi pengadilan
tersebut akibat adanya klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase
PENYELESAIAN SENGKETA
LINGKUNGAN HIDUP DI LUAR PENGADILAN MENURUT UU NO 32 TAHUN 2009.
Pengertian Sengketa Lingkungan
menurut UU No.32 Tahun 2009 adalah Sengketa lingkungan hidup adalah
perselisihan antara dua pihak atau lebih yang timbul dari kegiatan yang
berpotensi dan/atau telah berdampak pada lingkungan hidup.[2]
Sengketa lingkungan hidup di
Indonesia dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu:[3]
1) sengketa
yang berkaitan dengan perlindungan lingkungan;
2) sengketa
yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam; dan
3) sengketa
yang muncul akibat pencemaran atau perusakan lingkungan. Sengketa yang
berkaitan dengan upaya perlindungan lingkungan pada umumnya terjadi antara
pihak yang ingin memanfaatkan sumber daya alam untuk memenuhi kepentingan
ekonomi di satu sisi dan pihak yang berkepentingan atau berkewajiban untuk
melindungi lingkungan dan suber daya alam di sisi lain. Sengketa yang berkaitan
dengan pemanfaatan sumber daya alam pada umumnya terjadi karena ada pihak yang
merasa akses mereka terhadap sumber daya tersebut terhalangi, sedangkan
sengketa akibat pencemaran atau perusakan lingungan pada umumnya terjadi antara
pihak pencemar/perusak dengan pihak yang menjadi korban pencemaran/perusakan.
Penyelesaian sengketa Lingkungan
Hidup pada UU No 32 Tahun 2009 melengkapi dari undang-undang
sebelumnya,sebagaimana yang tercantum pada Bab XIII UU No 32 Tahun 2009
dikatakan bahwa Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup dapat ditempuh melalui
pengadilan atau diluar pengadilan. [4]
Pada bagian kedua tentang
penyelesaian sengketa Lingkungan Hidup diluar pengadilan,dikatakan bahwa :[5]
Penyelesaian
sengketa lingkungan hidup diluar pengadilan dilakukan untuk mencapai
kesepakatan mengenai :
1.
Bentuk dan besar nya ganti rugi;
2.
Tindakan pemulihan akibat pencemaran dan/atau peruskan;
3.
Tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulangnya pencemaran dan/atau
perusakan; dan/atau
4.
Tindakan untuk mencegah timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup.
Penyelesaian sengketa diluar
pengadilan ini tidak berlaku terhadap tindak pidana yang diatur dalam UU.No32
Tahun 2009 tersebut[6].
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan
jasa mediator dan atau arbitrer yang berfungsi untuk membantu menyelesaikan
sengketa lingkungan hidup itu sendiri.[7]
Bentuk-bentuk penyelesaian
lingkungan hidup diluar pengadilan ini menganut konsep Alternative Dispute Resolution (ADR),yang dilakukan dalam wujud
mediasi ataupun arbritasi. Dan pada bagian inilah peran Polri dapat masuk dan
ikut serta menjadi seorang mediator dalam pelaksanaan mediasi.Bentuk-bentuk
penyelesaian sengketa ini memang memperkenankan untuk hadirnya orang ketiga
sebagai penengah dan bukan penentu kebijakan.[8]
Masyarakat pun dapat turut campur
dalam upaya penyelesaian sengketa lingkungan ini dengan membentuk lembaga
penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang bersifat bebas dan
tidak berpihak, dalam hal tersebut pemerintah dan pemerintah daerah dapat
memfasilitasi pembentukan lembaga tersebut yang ketentuan lebih lanjutnya akan
diatur dalam sebuah Peraturan Pemerintah.
BAB
IV
KESIMPULAN
DAN SARAN
4.1
Kesimpulan
Penyelesaian sengketa
lingkungan hidup di luar pengadilan pada akhirnya diorientasikan untuk
memberdayakan mekanisme hukum selain proses pengadilan. Dengan demikian
diharapkan tidak terjadi win lose solution sebagaimana selama ini terjadi
ketika masalah selalu dibawa ke pengadilan. Satu pihak merasa menang sementara
itu pihak lainnya merasa kalah. Dengan adanya mekanisme penyelesaian sengketa
di luar pengadilan diharapkan akan terjadi win win solution karena keputusan
penyelesaian diambil dengan kesadaran pernuh para pihak dan dengan cara yang
disepakati para pihak.
Mekanisme inilah yang perlu terus dilakukan ke depan sehingga dapat menghindari “kemacetan keadilan” akibat buruknya praktek peradilan di Indonesia. Namun tantangan berat juga terjadi ketika kesadaran hukum masyarakat masih rendah dan merasa belum puas dalam penyelesaian sengketa ketika belum di bawa ke pengadilan. Hal ini merupakan tantangan tersendiri menyangkut sikap mental dan kemauan untuk berubah menuju yang lebih baik.
Mekanisme inilah yang perlu terus dilakukan ke depan sehingga dapat menghindari “kemacetan keadilan” akibat buruknya praktek peradilan di Indonesia. Namun tantangan berat juga terjadi ketika kesadaran hukum masyarakat masih rendah dan merasa belum puas dalam penyelesaian sengketa ketika belum di bawa ke pengadilan. Hal ini merupakan tantangan tersendiri menyangkut sikap mental dan kemauan untuk berubah menuju yang lebih baik.
4.2
Saran
1. Kepada
pihak yang harus bertanggung jawab terhadap kerusakan atau pencemaran
lingkungan yang berujung pada sengketa lingkungan harus bertanggung jawab
sesuai dengan peraturan yang ada pada UU. No.32 Tahun 2009 tentang Penyelesaian
Sengketa baik melalui pengadilan atau di luar pengadilan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman,Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia,Citra
Aditya Bakti,Bandung,1990
Hukum
Penyelesaian Sengketa Pertambangan di Indonesia (Dr.H.Salim HS.,S.H.,M.S.)
Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009
[2] Pasal 1 Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009
[4] Pasal 84 ayat 1
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
[5] Pasal 85 ayat 1
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
[6] Pasal 85 ayat 2
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
[7] Pasal 85 ayat 3
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
[8] Abdurrahman,Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia,Citra
Aditya Bakti,Bandung,1990, hal 44
Sangat membantu.
BalasHapusLucky Club Casino Site - Lucky Club
BalasHapusThe only one who can offer them are casino players. The Lucky Club offers over 800 games to choose from including a variety of video slots and luckyclub bingo machines